Naskah Untuk Sengketa Pendidikan

Oleh: Farhys Pierre
Jakarta, 02 Oktober 2020
 
 
 
 
Selepas hak-hak kebutuhan ekonomi di negri ini yang sedang mengalami krisis. Indonesia pun tersulut pada ketertinggalan dalam pendidikanya, bukan melihat pada kurikulum pembelajaran siswa namun juga kepada keadaan pembelajaran yang harus semestinya didapatkan oleh peserta didik. 

Pendidikan sangatlah penting dan dikatakan sebagai hal paling utama. Dimana dari hasil pendidikan sendiri yang akan merubah neegri kepada hal lebih baik dimasa mendatang dengan generasi-generasi yang siap mengeluarkan skill yang dimiliki dalam dunia saing di masa kini dan selanjutnya.

Namun rasanya, hal tersebut sudah banyak keluar dari tatanan pendidikan yang tidak sesuai dengan apa yang diinginkan para siswa dan mahasiswa. Dari para instansi yang memikirkan nominal hingga maniak uang persekolahan misalnya. Pendidikan kita pun rupanya ikut tidak baik-baik pula.

Selepas para lembaga yang mengatasnamakan rupiah. Apakah tempat tersebut layak dikatakan sebagai tempat menimba ilmu?

Kenyataannya bahwa sisi lain tempat tersebut hanyalah berisi sistem kapitalis. Pendidikan bukan tempat komersialisasi. Kita hidup diatas tanah yang menganut demokrasi, maka pendidikan tetaplah bersuara pada “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” tidak membedakan siapa yang memiliki angka rupiah terbesar dan tidak menghakimi mereka yang lusuh tak pantas atas bangku sekolahan.

Saat ini kita hidup dimana 1 persen orang yang memiliki kekayaan sebanding dengan 99 persen penduduk dunia. Di Indonesia saja misalnya, kekayaan yang dimiliki 40 orang terkaya setara dengan 60 juta rakyat yang paling miskin. Hal tersebut dikarenakan pola hidup yang tidak sesuai dengan lingkungan. Juga bahan dan alat yang dimiliki para pengusaha tersebut hanya dimiliki pribadi dan hanya sekian persen memakmurkan orang dan sisa nya dikeruk keuntungan nya untuk pribadi dan inilah yang dimaksud dengan sistem kapitalis. 

Karena hal tersebut hanya terdapat pada segelitir orang, maka tak ayal para kapitalis itu tidak perduli dengan keadaan yang terjadi diluar lapangan yang menyangkut kebanyakan orang, pada kasta bawah utamanya. 

Dunia pendidikan sangatlah penting untuk membangun generasi-generasi kuat berikutnya. Daripada itu, sepertinya kini yang terlihat adalah dimana dunia pendidikan sendiri seakan-akan kental pada sistem kapitalisme. Tentu saja jelas itu merupakan komersialisasi pendidikan, sebab sejatinya pendidikan itu bukan bisnis, tapi sarana prasarana yang sangat dibutuhkan rakyat untuk mencerdaskan generasi berikutnya.

Namun kini, sekolah hanya sebagai tempat perdagangan produksi manusia dengan menjadikannya sebagai sarana untuk mencetak tenaga kerja terdidik dengan biaya murah,, dunia pendidikan dijadikan sebagai tempat mendidik para generasi muda agar menjadi penurut dalam tatanan masyarakat kapitalis, yang kaya bebas berkarya dan yang miskin hanya melihat dari balik jendela, juga sebagai tempat berlangsungnya akumulasi modal itu sendiri.

Sebagaimana pendidikan yang kita rasakan saat ini. Dalam wajah Indonesia saat ini tentu saja kita merasakan betul wajah-wajah komersialisasi pada sistem pendidikan kita. Sejak masa orba hingga reformasi kini yang kita rasakan hanyalah perihal pendidikan yang kian hari kian memberatkan.
Seharusnya Negara mampu memberikan fasilitas yang tak terbatas bagi pendidikan generasi nya, tidak mencekik para orang tua, dan menghapuskan pengajaran yang ditanamkan melalui sistem kapitalis sendiri.

Setiap orang berhak dan wajib mendapatkan pendidikan,mengingat perkataan pembukaan UUD alinea ke-4 bahwa Indonesia haruslah siap untuk“ikut bersaing juga ikut serta dalam memajukan bangsa”. Maka dari itu, negri ini sudah sepantasnya memberikan kursi terbaik dalam dunia persekolahan bagi para siswa dan mahasiswanya. Tak melihat kasta tak pula menjunjung tahta. Siapa pun bebas mengenyam pendidikan dan siapa pun bebas ikut serta dalam memajukan nilai tanah air di mata dunia.

Karena kita tidak akan pernah mengetahui bahwa republik ini akan dibanggakan oleh siapa dan merah putih juga akan berkibar pada pundak siapa. Mengingat keberhasilan adalah peruntungan dari masing-masing orang yang menjadi penduduk di tahan ibu Pertiwi ini. Bisa saja yang miskin lebih berguna dari pada si kaya,dan bisa pula kalangan rakyat memajukan peradaban yang memang semestinya lahir dari tangan yang berjiwa besar.


Maka dari itu, rakyat harus meminta agar pemerintah Indonesia untuk segera merevolusi dan menepati janji dengan tidak pernah mengulang kembali sistem-sistem perdagangan dalam dunia pendidikan. 

Pendidikan adalah tempat memanjakan insting manusia dalam pola pikirnya dalam menganalisis dunia bukan tempat pertaruhan apalagi ladang jual beli otak dan tenaga manusia untuk bekerja dengan biaya murah.

Jikalah pendidikan kita terus tetap pada jalur bisnis perdagangan produksi manusia maka bisa dikatakan bahwa saat ini kita sedang dihinakan oleh negri kita sendiri. Dan jangan heran pula suatu saat kita akan kalang kabut menangani berbagai hal-hal yang dikatakan sepele akibat dari tidak diperdulikannya orang-orang pintar dari berbagai golongan terutama kaum bawah yang tak mampu menunaikan sekolahnya karena pemerintah tak mau ambil pusing menanggung beban rakyat yang seharusnya tertanggung secara merdeka.

Dan jangan menyesal pula ketika suatu saat negri ini akan benar-benar kebingungan harus berbuat apa karena suluruh tatanan yang tak sesuai keinginan. Ini semua adalah ancaman bagi negri ini! 

Kita sebagai rakyat tentu saja tidak diam, tidak hanya asik menonton panggung politik, namun berbagai aksi dan demonstrasi juga turut dikerahkan. Tentu saja hal tersebut berasal dari keresahan dan kegeraman rakyat akibat segala gelagat yang dibuat para petinggi negeri. 
 
"Jika kita tidak merevolusi pendidikan kita sekarang maka bersiaplah kita akan menghadapi kehancuran pada hari esok atau lusa yang akan datang karena semua itu tak akan menunggu waktu lama juga tak akan pernah berkompromi dengan yang lambat."–Farhys Pierre
Camkan!.

Komentar

Popular Posts

Trilogi Manusia dalam Berfikir