Ala kadar Hidup

See the source image

Mungkin benar adanya, suatu ketika, sebelum anak-anak lahir ke bumi. Ia telah ditampilkan Tuhan pada surga-Nya. Dan hingga hari ini, mata-mata itu selalu mencintai keindahaan, dengan senantiasa menamba hidup elegan penuh kemewahan. Namun sesal, demi mencapainya, para manusia dengan kekerdilan otak beserta hatinya, berbondong-bondong menumbalkan sesamanya.
•••

"Hei, aku pun tahu, mari santailah sejenak! Pesan kopi apapun yang kau suka. Kau mau apa? Americano, Espresso, atau V60, mungkin??" 

"Ahh iya iya, aku mengerti. Kau tidak suka kepahitan, bukan? Kau sudah kecewa dengan hidup dan tidak pula ingin dikecewakan oleh kopimu. Kalo begitu, bagaimana dengan kopi susu, kau pasti suka. Atau tidak, bagaimana dengan Vietnam Drip, kau pasti jatuh hati dengan kopi satu ini—aroma yang kau hirup dengan batang hidungmu, dan rempah-rempah disela-sela tegukan— ahh tentu, makhluk mana yang dapat menolak itu."

"Masih tidak? Oke, oke. Apa yang kau inginkan?"

"Hmm, aku ingin es teh. Dengan double kantung teh yang dituang pada setengah air gelas hangat lalu ditambah es batu. Dan mungkin, dengan tambahan gula, setengah atau satu sendok teh, cukup."

"Rupanya itu seleramu, cukup aneh di zaman kedai kopi dan senjanya."

......

"Ngomong-ngomong soal hidup, kawan. Kau tahu, ada banyak sekali ketidak-sesuaian di dalamnya. Entah ini sebuah algoritme dari Tuhan atau apa, tapi kalo punya uang, kau pasti bisa berbahagia."

"Yups, aku setuju denganmu. Tapi soal uang, mungkin tidak."

"Hei-hei, coba fikirkan ini; Uang adalah segalanya, everything about life, can buying by money."

"Tidak, aku tidak mengakui itu."

"Apa yang kau tak bisa peroleh dengan uang? Jabatan, ijazah, wanita, popularitas, teman, semuanya bisa, kawanku. Bahkan surga saja bisa kaubeli dengan uang. Haha."

"Tidak, aku tidak yakin dengan itu."

"Jika saja kau mengerti, satu hal yang tidak dapat dibeli olehnya; adalah kau tidak bisa menjadi manusia unggul (Übermensch) dengan hal itu."

"Kau bisa lakukan apapun semaumu dengan uang itu, tapi untuk menjadi Übermensch. Kau harus rela meninggalkan semua keduniawian; kau harus rela melebur bersama para tanah lainnya; dan kau harus merelakan raga dan jiwamu dicabik-cabik kenestapaan."

"Prinsipnya hampir sama dengan beribadah ke Makkah. Ketika kau melakukakannya, dan ketika kau mengenakkan kain putih yang sama dengan orang lain sebagai pakaianmu, maka kau harus juga memutihkan hatimu dari segala amarah, egoisme, dan kedengkiaan. Begitulah yang kupahami dari Ali Syari'ati."

"Hingga pada akhirnya, kau akan berbicara; Fatum Brutum Amorfati."

"Anjing, dasar bedebah!"
"Verbrennen musst du dich wollen in deiner egnen flamme: Wie woltest di neu werden, wenn du nicht erst asche geworden bist!" 
―Also Sprach Zarathustra, Friedrich Nietzsche


Oleh: Sintesais 

Komentar

Popular Posts

PROLOGUE